Kabut embun pagi masih nampak enggan pergi dari hamparan ilalang di belakang pekarangan rumahku. Sementara isi rumah sudah penuh kebisingan. Mulai dari suara teko pertanda air mendidih, kerusuhan pak suami yang kesulitan mencari pasangan kaos kaki atau tangisan balita yang baru beranjak bangun dari tidur mencari inangnya.
Kokok ayam bagaikan nyanyian merdu, menemani aku yang sibuk dengan wajan penggorengan menyiapkan nasi goreng kesukaan untuk pengganjal perut pagi ini. Ini ceritaku hampir di setiap pagi. Menyenangkan untuk wanita yang sedari dini bercita menjadi ibu rumah tangga dengan predikat bintang lima paripurna. Namun, bisa jadi kegiatan ini berubah jadi kerusuhan, ini kalau emak-emak berdaster cantik begadang nonton drama negeri gingseng dan bangun kesiangan.
Mengapa tidak ingin jadi ibu pekerja? Nanti kita cerita dilain waktu (modus biar banyak visitor blog😅). Hanya saja, jika boleh sebut salah satu alasannya adalah, aku ingin melihat anak-anakku tumbuh tanpa terlewat satu momen pun.
Dulu ku pikir, ah gampang lah jadi ibu rumah tangga. Ngurus rumah, anak dan suami. Ternyata eh ternyata, alamaaaaakk, kerjaan tak berujung. Tak pernah ada kata selesai. Makanya mungkin ibu di rumah saja bisa dapat pahala besar, asal ikhlas dan meniatkannya karena Allah Taala.
Diantara rasa bahagia dan menyenangkan mengurus keluarga, pun kadang dihinggapi rasa penat, mumet, semaput, lelah batin dan jasmani atau kesal. Biasa terjadi kala tamu bulanan sedang bertandang atau akhir bulan dengan isi dompet menipis, bisa juga pas kebetulan buah hati tercinta sedang rewel berkepanjangan dan emak tak tau formula jitu untuk bisa menenangkan.
Jika sudah muncul indikasi rasa gundah gulana, sepinya malam adalah sahabat terbaik untuk me time. Aku bisa melepas penat, melakukan kegemaran semacam nonton, baca buku dan kalau hati sesak menulis adalah pilihan (tentu selain ibadah yak mak).
Menulis semacam media penumpah segala rasa, selain sesak di dada, rasa bahagia pun bisa kita bagi lewat tulisan. Sebuah cerita sedih, bahagia dan mumet seolah menjadi pelepas stress. Menulis membuat jiwa kelana seolah sedang melakukan perjalanan panjang, entah napak tilas pada kenangan lalu atau membuat alur langkah baru untuk mimpi dan tunjan kedepan.
Suka menulis pernah membuatku bermimpi untuk serius menjadi penulis buku. Rasa ini tenggelam di antara besarnya rasa tak percaya diri. Akhirnya, jadilah blog ini sebagai media berbagi tulisan receh milikku, mana tau dari sekian cerita bisa jadi hal baik bagi pembaca.
Story instagram dan dinding facebook juga sering menjadi coretan untuk beberapa narasi fiksi, hasil dari perjalanan hayalku yang meluap menuntut diceritakan. ( Jangan lupa follow desyfaurina yak!!)
Jika di tanya adakah kendala menulis, kujawab belum. Karena, karena sampai hari ini emak-emak ini hanya suka bercerita. Lebih nikmat begini, ketimbang curhat tak jelas dengan biang gosip lalu dijadikannya bahan gibah satu RT, lebih asik begini daripada ikut menggibah orang, cekikikan bergosip ria di pelataran tetangga bergumul dengan emak-emak lainnya. Sungguh tidak produktif dan unfaedah kata kids jaman now.
Inilah pelepas mumetku, media muhasabah diriku, caraku berbagi manfaat untuk orang sekitar dan kesenanganku menghabiskan waktu. Menulis dan membuat sebuah cerita. Entah cerita sedih meringis atau cerita bahagia yang bikin hati berwarna.
Pun kalian memiliki kecintaan yang sama, maka teruslah menulis, jangan berhenti bercerita. Karena tidak pernah ada yang tau, setiap kalimat yang lahir dari jemari indah itu bisa menjadi vitamin manfaat dalam hidup orang lain.
#ceritahariandesy
#nulisyuk #belajarmenulis #nulisyukbatch37
Komentar
Posting Komentar