"Kanaya, belikan Mamah paket data dong!!" Terdengar teriakan mamah dari luar kamar dengan suara agak mono, yg kalau dari dekat bisa memekikan tekinga.
"Iya mah,bentar!!!" Aku menyahut tidak kalah cempreng dengan tingkat mono sumbang.
Mamah baru kenal sosial media beberapa tahun terakhir dan lagi gila-gilanya. Selalu pajang kegiatan terkininya dengan gaya super eksis.
Mamah berusia 43 tahun namun dengan perawakan mungil dan masih awet muda, banyak teman-temannya bilang kalau mamah seperti 10 atau 15 tahun terlihat lebih muda. Sosok ibu tunggal pekerja keras, beliau cukup ulet setelah Papah meninggal karena serangan jantung.
Beliau pegawai salah satu perusahaan swasta. Kehidupan kami cukup sederhana namun kebutuhan tidak kekurangan, ya cukuplah. Namun semenjak kecanduan Mamah dengan sosmed membuat hidup sepertinya lebih irit. Uang jajanku berkurang, makan di rumah dengan lauk alakadar, keperluan sekolah tidak lagi utama. Mungkin dananya pindah untuk baju gamis yang hampir tiap minggu di antar Mamang kurir dengan setia atau sekedar nongkrong cantik di cafe hits dengan menu kentang goreng dan jus apel dengan harga fantastis, yang konon katanya di traktir teman kantor. Entahlah.
***
Cekrek.. ceekreeek
Mamah berfoto ria dengan senyum termanis di sudut rumah dekat cahaya jendela.
"Mah dede besok mau beli buku paket mah, harganya tiga puluh ribu" adikku Natya mencoba mengajak ngobrol Mamah yang sedari tadi asik di dunia maya.
"Diiih. Mahalnya buku harga segitu. Itu bener buat buku semua, apa sisanya buat jajan?" Ibuku protes namun sambil asik dengan gawai yang di genggamnya.
"Yaah Mah, emang segitu harga buku. Mamah kalau nggak percaya cek aja di mbah gugel" jawab Natya.
Anak kecil usia 10 tahun ini pun sudah sangat kenal dengan dunia maya.
" Ya udah, ambil sana uangnya di dompet mamah!" Mamah dengan santai dan enggan beranjak dari tempatnya sembari melihat hasil foto menyuruh Natya.
Aku mendengar percakapan ini sambil sesekali melirik Mamah yang tenggelam dalam dunianya sendiri sedikit agak sedih, kesal juga. Sekarang cukup jarang kami berbincang, makan bersamapun beliau masih asik bersama gawai kesayangan.
Aku yang berusia 16 tahun yang seharusnya lebih intens dengan dunia maya saja agak gemas melihat tingkah Mamah yang kadang terlampau berlebihan.
Kalau sedang jalan di Mall atau makan di luar Mamah tidak pernah tidak minta foto. Kadang malu-maluin.
Aku cukup lelah melihat ini dan memilih sering diam dan saat di rumah hobiku mengunci diri di kamar.
***
Bip. Bip
Handphoneku berbunyi. Ada notifikasi metion masuk.
[ Nadiasafira
Family time, lagi ajak anak-anak makan bersama dan shoping. Sayang anak-anakku, semoga sukaaakkk 😘😘😘😘😘 @kanayaputri]
Aku membaca sebuah caption di foto Instagram. Kulihat nama Nadiasafira. Itu nama akun Mamah.
Membaca ini aku mengernyitkan dahi dan semakin sedih. Foto yang di posting memang kami bertiga yang sedang duduk makan sambil tersenyum. Namun kata "family time" yang tertulis untukku bukan yang sesungguhnya. Waktu keluarga macam apa yang saat makan hanya sibuk dengan halaman instagram dan story WhatsApp?
Waktu keluarga tanpa berbincang hangat, bukanlah kebersamaan menurutku.
"Dilike dong sayang, komen kek!" Celetuk mamah membuatku tersentak.
"Ih mamah. Family time tapi asik sendiri. Apaan" kataku sedikit ngambek.
"Tau nih mamah. Dari tadi edit foto mulu. Mau makan di foto dulu. Bentar lagi live Instagram tuh" kata adikku sambil ikut manyun.
"Iiih pada bawel deh. Kita itu harus melek teknologi, biar nggak ketinggalan zaman. Biar eksis juga, supaya orang pada sadar aja kita hidup di dunia ini. Kanaya dilike dong, entar kesannya mamah dikacangin lagi, udah dimetion juga ah!" Mamah agak kesal.
Diskusi berakhir dengan pandang - pandangan anatara aku dan Natya yang memilih diam, takut mamah malah khotbah panjang nantinya. Ku tekan gambar hati di foto Instagram Mamah untuk memuaskan hatinya.
***
Makin hari Mamah lebih banyak di luar rumah, kadang pulang kantor telat dengan alasan lembur. Namun story terkini lagi makan bersama teman kantor dan kami di rumah berujung dengan nasi plus telur dadar untuk kesekian kali. Kalau bukan makan di luar Mamah pergi ke salon untuk perawatan.
Jika akhir bulan kadang emosi Mamah gampang naik, persedian dana eksis sudah memasuki limit. Sebagai anak kadang ikutan stres dan agak tertekan. Mungkin kalau punya banyak uang jajan aku memilih jalan keluar rumah untuk sedikit bersenang- senang melepas rasa penatku melihat Mamah yang sekarang mungkin puber kedua.
Dulu beliau tidak begini. Mungkin kah karena lelah mengurus kami sepeninggal Papah 5 tahun lalu. Mungkin jadi ibu tunggal begitu melelahkan dan dunia maya adalah tempat melepas stresnya. Bisa jadi pula beliau masuk dalam pergaulan "jaman now" yang tidak jauh dari kata eksistensi, tidak sedikit pula para dewasa yang akhirnya berjiwa BPJS ( Budget Pas-pasan Jiwa Sosialita), agar lebih di pandang ada saja dan beranggapan hidupnya lebih dihargai dengan bergaya macam ini.
Hanya saja maksudku tidak harus sampai secandu ini. Karena begitu rindunya kami kepada Mamah yang jauh tenggelam di dunia maya.
~~~~~~
Oleh Desy faurina
Komentar
Posting Komentar