#ceritahariandesy
" Yah cariin guru ngaji untuk Khalid ya, kalau bisa cewek yang mau datang kerumah biar bunda juga sekalian memperbaiki bacaan." Pintaku pada pak suami.
Kami baru pindah sebulan lalu karena suamiku mendapatkan SK mutasi kerja ke sebuah kabupaten kecil. Daerah baru, suasana baru dan akan dapat teman baru pastinya. Setiap berpindah kota yang paling penting selain tempat tinggal adalah pendidikan anak-anak, terutama mengaji. Memang masih tingkat iqro, sebenarnya masih bisa aku sebagai ibu mengajari, hanya kalau ada guru yang lebih baik kenapa tidak?
Ternyata begitu susahnya mencari. Memang ada sejenis sekolah mengaji dengan jam belajar sore hari. Namun saat melihat-lihat agak kurang nyentil di hati emak. Anak-anak bermain lari-larian sembari menunggu giliran membaca ada pula emak-emak ngerumpi di pojokan luar kelas, jadi ya gimana?
Maunya seperti di tempat dulu Khalid sekolah ngaji, masuk sebelum ashar, nanti sholat asharnya jamaah, trus belajar ngaji usai itu murojaah hafalan, waktupun jadi manfaat untuk anak enam tahun macam Khalid.
****
"Assalamualaikum, permisi saya mau tanya gimana Khalid ngajinya? " Tanyaku pada wanita bercadar dengan sorot mata lembut nan indah.
"Masyaallah bun, semangat. Alhamdulillah Khalid bisa mengikuti dengan cepat dan hafalan juga bagus. Tapi tetap harus disempatkan di rumah untuk mengulang ya bun! " Ujarnya menjawab dengan tutur sopan dan suara lembut menyejukan jiwa.
Ustadzah Annisa, dia guru ngaji anakku. Bercadar, namun entah kenapa kecantikannya bagai menerawang menembus tubuhnya yang tertutup rapat. Membuat aku, emak-emak yang kadang masih suka pakai celana jeans ini minder sekaligus mendadak mengagumi. Lima bulan sudah Khalid diajar ngaji olehnya kadang di bantu juga oleh suaminya ustadz Yusuf, saat kerepotan dengan anaknya yang masih bayi. Jarak rumah yang cuma lima ratus meter membuat gampang saja antar-jemput Khalid.
Masyaallah bacaan Khalid huruf per huruf bikin ayah bunda bangga, begitu jelas. Hafalannya pun lebih banyak, dengan cara baca yang semakin baik pula. Sayang tidak bisa mengajar ke rumah karena nyambi ngurus bayi.
" Tadi ngajinya sampai mana?" Tanyaku saat di rumah.
" Bagus bun." Khalid menjawab singkat.
"Yang ngajarin siapa?" Aku dengan lembut bertanya sembari membantunya mengganti baju.
" Umi yang ngajar, Umi baik deh bun. Aku tadi di pijitin kepalanya. Katanya takut kecapean habis sekolah lanjut ngaji." Terdengar nada antusias dari si bocah yang semula cuek menjawab.
" Umi, umi siapa sih. Ustadzah Annisa maksudnya?" Tanyaku.
" Iya. Ustadzah suruh panggil umi aja. " Khalid terlihat senyam senyum.
" Duuuuhh senengnya yang disayang gurung ngaji. Makin semangat ngaji dong nak?"
Khalid mengangkat jempol dengan bibir menyeringai girang tanda senang dan semangat untuk datang di ajar umi Annisa.
****
"Assalamualaikum!!!"
Terdengar suara dari luar rumah, kulihat jam lima sore. Kami baru pulang seminggu yang lalu dari kampung halaman usai lebaran. Ah, mungkin tamu ingin silaturahim, kan masih suasana lebaran.
Kubukakan pintu kulihat wanita bercadar dengan sorot mata teduh. Ustadzah Annisa, langsung kukenal wajah cantik yang tertutup itu. Cantik masyaallah, karena sesama wanita beberapa kali aku melihatnya tanpa cadar, wajah putih bersih tanpa makeup plus hidung mancung, mendekati sempurna.
" Masyaallah ustadzah saya baru mau telpon nanyain jadwal ngajinya Khalid. Ayo masuk dulu" sambutku dengan antusias.
Kami bersalaman dengan peluk bagai saudara lama terpisah. Ku lihat ustadz Yusuf di belakang menggendong bayi lucu mereka.
" Bapak ada bun?" Ustadzah bertanya.
"Aduh, ayah Khalid masih di kantor, masuk dulu yuk masa di depan pintu " Jawabku sembari mempersilahkann.
"Terimakasih bun, kita bentar aja, mau pamit sekaligus mohon maaf." Ustadz Yusuf menolak halus untuk mampir. Mungkin tidak nyaman karena yang empunnya rumah sedang tidak ada.
" Lho pamit kemana?"
Aku kaget ini pamitan apa, untuk apa dan pamit kemana?
"Iya bun, ibunya mas Yusuf sakit keras, jadi kami sepakat untuk pulang ke kampung halaman. Kasian sudah sepuh, mas Yusuf juga anak satu-satunya jadi berat sekali untuk jauh dengan orang tua yang sekarang sedang begitu membutuhkan kami. Saya juga ingin memohon maaf ngga bisa ngajar Khalid ngaji lagi."
Ustadzah menerangkan keadaan yang terjadi dan kulihat matanya berkaca-kaca saat mengucapkan kalimat maaf. Entah karena merasa tidak enak atau karena urung berpisah dengan murid ngaji kesayangan.
" Umiiiiiiiii!!!!" Khalid berseru senang dari dalam melihat uminya berkunjung.
Masyaallah, Khalid memeluk guru ngajinya dengan begitu bahagia usai terpisah dua pekan karena libur lebaran. Mereka seperti ibu dan anak yang lama tidak bertemu, dan ustadz Yusuf yang tadinya menunggu di halaman rumah mendekat melihat Khalid.
" Masyaallah anak shalih, makin ganteng." Ujarnya mengelus lembut ubun-ubun anak lelakiku.
Khalid salim dan memeluk ustadz Yusuf, lalu mencium bayi lelaki bernama Muhammad di gendongan pak ustadz. Begitu dekat mereka padahal baru setahun menjadi guru dan murid. Kulihat suami-istri ini memang begitu tulus pada Khalid. Sampai ku sadar ustadzah Annisa meneteskan air mata.
"Khalid rajin shalat ya nak, mau susah atau lagi senang. Mau mainan Khalid lagi rusak atau dibelikan hadiah dari ayah-bunda Khalid harus selalu ingat Allah. Khalid anak baik, sama ayah-bunda ngga boleh ngelawan ya nak. Rajin belajar ngajinya dan jaga hafalannya. Oke!" Dengan lembut ustadzah Annisa bicara pada Khalid yang masih bingung melihatnya menangis. Namun hanya mengangguk tanda menurut.
"Bun,mohon ngajinya Khalid jangan ditinggal dan rajin diulang-ulang. Khalid anak pintar, sayang jika tidak dijaga mengaji dan hafalannya. Sekali lagi kami mohon maaf ya bun, minta ridhonya."
" Ya Allah. Saya yang begitu banyak terimakasih dan minta ridhonya. Saya titip anak saya untuk belajar dan barangkali menyusahkan. Tetap saling kirim kabar ya. Semoga ibu diberikan kesebuhan."
Kami saling memeluk dan tanpa sadar saya ikut meneteskan air mata, ada rasa begitu kehilangan. Bukan sekedar guru ngaji, tapj seperti penyejuk dan keluarga baru. Mereka begitu baik dan santun dalam kesederhanaan. Beberapa mengucilkan karena penampilan. Suami dengan celana cingkrang dan istri bercadar, membuat beberapa mata melirik sinis. Padahal mereka sama seperti yang lain. Hanya saja mereka memilih lebih menutup mata untuk urusan duniawi. Mereka juga tidak menghakimi cara beragama makhluk lain. Mereka hanya ingin membagi sedikit ilmu yang mereka tau agar manfaat.
Terimakasih ustadzah Annisa dan ustadz Yusuf. Semoga ilmu yang kalian beri pada Khalid dan rasa tenang untuk kami sekeluarga saat berbincang sesekali menjadi ladang pahala dan amal jariyah.
~~~~~~
Tulisan ini diadaptasi dari kisah nyata yang sedikit di ubah nama dan hal yang bersifat pribadi.
Ditunjukkan untuk semua guru mengaji yang semoga ilmunya menjadi amal jariyah dan pahala besar.
Terimakasih sudah memberi ilmu yang begitu manfaat walau hanya dengan iuran begitu minim bahkan ada yang gratis. Doa kami dari murid ngajimu.
Komentar
Posting Komentar