#ceritahariandesy
" Iiih jangan dipotong dulu, dengar dulu sampai selesai!!" Gerutu suami setiap saya memotong pembicaraan.
Entah kenapa saya sangat hobi memotong pembicaraan, entah merespon langsung tema perbincangan atau sekedar menyambung kata yang mendadak terhenti dari lawan bicara.
" Sebenarnya bukan ga suka dengan sesuatu hanya saja ..." Salah seorang teman berbincang dan berhenti.
" Hanya kurang sepaham? Sama aku juga." Gatal nyeletuk, main sambung kata.
Saat seperti ini suami akan mulai komentar,
" Jangan suka potong, orang bicara itu artinya memberi informasi, kalau kita yang lanjutkan artinya sama dengan asumsi pribadi, walau akhirnya sependapat."
Apa karena saya wanita yang kebetulan lebih suka bicara atau malah banyak bicara (kalau orang Banjar bilang "lantih"). Apa memang sekedar suka menebak kata yang selanjutnya akan keluar dan seolah paham dengan yang disampaikan walau baru setengah jalan. Ada yang begini ga?? Apa cuma saya saja?? Hihi...
***
Saat perbincangan mau pria atau wanita biasanya ada yang bersikap dominan, entah dalam tanggapan, entah itu sanggahan atau sekedar celetukan "ASBUN".
Menanggapi perbincangan itu sama dengan menghargai lawan bicara, namun ketika menunjukan sisi dominan malah akan bersikap seolah sebaliknya.
Kalau lawan bicara curhat atau minta saran apalagi. Harus benar-benar disimak sampai tuntas, dan pikirkan sebelum memberi saran, siapa yang tau kalau kelak saran dari kita malah merubah hidupnya.
Tidak jauh berbeda ketika melihat postingan entag itu foto atau tulisan seseorang. Ada baiknya dicerna, memilah dan mencoba memandang dari berbagai sudut. Karena bisa jadi dari niat sekedar komentar iseng bisa membuat hidup seseorang terpuruk, putus asa lalu melakukan hal yang tidak-tidak. Jika komentar positif pun harus ditelaah lagi apalagi komen negatif, walau hanya sekedar " iih apaan sih?".
Pesan dari umi saya dari semenjak kecil,
" Banganga dahulu hanyar baucap!" ( Buka mulut dulu sebelum bicara, yang artinya berfikir dulu baru berucap atau berkomentar).
Ditambah dengan kebiasaan saya yang cablak, apa adanya, cenderung dominan dalam percakapan, membuat suami selalu mengajarkan sejak awal pernikahan.
"Jangan apa-apa diposting, dibikin status dan reaktif menanggapi sesuatu. Apa yang kita utarakan kadang tidak selalu tepat sasaran, malah akan berbalik kepada kita."
Benar memang, komentar, celetukan, tanggapan, status kekesalan, kesenangan tidak harus selalu dipublikasikan. Kadang hanya menyimak lebih baik.
Jadi pendengar dominan kadang malah banyak memberikan kita pelajaran, terurama informasi dari berbagai aspek, dari berbagai sudut pandang, tidak gampang terhasut dengan isu beredar atau memang sengaja dibuat untuk sebuah kepentingan.
Membicarakan sesuatu yang manfaat itu baik, tapi mendengarkan manfaat dari luar itu jauh lebih baik.
Simak berulang postingan yang dilihat baru komentar jika perlu. Dengarkan dengan seksama lawan bicara sebelum memberi respon. Semua agar tidak terjadi salah input yang menjadi asumsi dan berakhir dengan konflik. Terutama informasi yang datang dari pasangan, kalau dipotong takutnya jadi salah paham dan berakhir adu mulut karena pola pikir yang di buat sendiri.
Terimakasih pak suami, pasangan hidup, guru, abang, sohib sekaligus teman berantem solid.
Pendengar yang baik pula, terutama saat emak lagi ngomel dengan kalimat-kalimat indah nan merdu di telinga. Pendengar yang baik kala curhat walau kadang tanpa tanggapan dan berakhir menemukan solusi sendiri (tepatnya diarahkan menemukan solusi secara mandiri, konseling kali ah, hahaha).
Cukup sekian dulu dari saya yang menikmati libur masak makan siang karena pak suami puasa Arafah (riya jadinya🤣😂). Selamat menjalankan ibadah puasa Arafah. Mohon maaf lahir batin untuk tulisan yang sekiranya pernah dianggap menyindir.
Emak dasteran udahan dulu yak, Assalamualaikum 😁✌️
Komentar
Posting Komentar