Langsung ke konten utama

DARAH LEBIH KENTAL DARIPADA AIR

Entah kenapa dalam persaudaraan selalu ada saja perseteruan.

Beberapa hanya terjadi di masa kecil, namun tak sedikit yang berlangsung hingga usia dewasa.
Ada saja yang dijadikan bahan dalam berseteru.

Teramat miris hati ini jika hingga dewasa persaudaraan tak erat, hingga tampak tak saling merindukan meski berjauhan dan ada saja yang diperdebatkan saat berkumpul dalam satu waktu. 
Bukan sebab masalahnya, terlebih pada rasa tidak suka yang memang sudah terpupuk sejak dini.

Rasa pilih kasih pun salah satu pemicunya, kecemburuan dan ego ingin diperhatikan.

Berselisih, tak pernah sependapat, tak puas jika salah satu tampak bahagia.

Entah kenapa dengan kawan yang bahkan tak sedarah lebih terasa senasib sepenanggungan, ketimbang dengan saudara sekandung, sesusuan. Sedih.

Seseorang dengan usia senja dan mengalami ini pernah berkisah padaku. Ia teramat kesepian di masa tua, memiliki saudara namun di kala tua meratap dalam kesendirian.

****

Kemarin Abang dan Diding berkelahi memperebutkan sesuatu, pemicunya bukan barang terlebih perhatianku sebagai ibu mereka.

Adik berteriak mengadu, menendang Abang. Abang tak kalah emosi, balik menendang.

Tentu ini bukan pertama, ini adalah kesekian kalinya. Jika biasa Abang diminta mengalah sebagai yang lebih besar dan lebih mudah mencerna penjelasan (meski hati tak pernah terima). Kali ini aku memilih mendudukan mereka berhadapan, kemudia meminta menjelaskan apa masalahnya.

Keduanya bersikeras masing2 merasa benar dan lainnya salah.

Tak selesai....

Kemudian Diding memukul Abang dengan sangat keras, dan dibalas.

Akhirnya, aku duduk di tengah.
"Abang, Diding, kalau tak ada yang mau mengalah dan masih saling berbalas pukul, silahkan saling pukul dengan keras, jika Abang pukul sekali, Diding boleh pukul sekali. Jika Abang pukul paha Diding balas di paha. Jangan memukul kepala. Silahkan saling pukul hingga salah satu menyerah!"

Diding memukul sangat keras, Abang membalas keras, kemudian Diding menangis, namun sambil memukul dengan lebih keras, begitu sebaliknya dan sukses membuat Abang yang emosi berkaca menahan tangis.

Semakin sering berbalas pukul, entah kenapa pukulan satu sama lain semakin terasa pelan. Mereka memukul sambil menatap muka satu sama lain yang kini rautnya berubah, dari berselimut amarah kemudian tersirat kesedihan, kasihan dan menyesal.

Abang berhenti membalas pukulan, meski Diding memukul dengan pelan beberapa kali.
Kemudian Diding memeluk Abang.
Abang membalas peluk Diding diiringi kalimat, "Maaf Fatih, Abang jahat."
Diding yang sesegukan, melepas pelukan kemudian 'salim' mencium tangan Abang, "Maaf Abang, Atih nakal."

Kemudian aku memeluk keduanya bersamaan tanpa berkata apapun.

Caraku mungkin tak bijak, tak pula baik. Namun, aku hanya ingin mereka paham kondisiku sebagai ibu, menghadapi konflik, kerewelan atau polah mereka tak selalu dapat ku tanggapi dengan tenang apalagi senang, aku bisa emosi, aku juga bisa membentak, aku bisa memgomel sepanjang rel kereta saat itu terjadi.

Dengan menghadapkan satu sama lain, aku ingin mereka belajar cara menyelesaikan konflik mereka sendiri, menyelesaikan semua emosi yang kuharap bisa ditinggalkan hanya pada masa kecil ini.

Aku ingin kelak mereka paham jika semua manusia memiliki masalah dan cara penyelesaian yang tak selalu sesuai dengan ekpektasi mereka. 

Inilah caraku berenang dalam konflik persaudaraan. Tentu tak semua sepaham atau mengamini ini, namun setidaknya beginilah akhirnya meminimalkan konflik Abang dan Diding. Abang menjadi kakak penyayang dan Diding pun menjadi adik yang kemudian menghormati kakaknya.

"Nak, Bunda berharap kalian menyayangi dan menghargai satu sama lain, ingatlah jika darah lebih kental dari air. Semoga kalianpun mengerti jika aku bukan ibu bijak yang bisa selalu dengan sempurna mengurus kalian, sebab aku cuma manusia yang masih terus belajar menjadi ibu yang baik, setidaknya di mata kalian. Terimakasih Keenan dan Fatih, sejauh ini telah menjadi anak yang membanggakan untukku yang nista ilmu dalam membesarkan kalian."

Jika kelak tulisan ini masih dapat kalian baca, dimanapun kalian berada, sesulit apapun masalah hidup yang sedang kalian hadapi, semoga peluk dan doaku dari dekat maupun di kejauhan, akan menjadi penguat kalian dan pengingat jika kalian tak sendiri. Ini dariku, yang begitu mencintai kalian❤️❤️❤️

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAMAHKU ANAK SOSMED (Fiksi)

"Kanaya, belikan Mamah paket data dong!!" Terdengar teriakan mamah dari luar kamar dengan suara agak mono, yg kalau dari dekat bisa memekikan tekinga. "Iya mah,bentar!!!" Aku menyahut tidak kalah cempreng dengan tingkat mono sumbang. Mamah baru kenal sosial media beberapa tahun terakhir dan lagi gila-gilanya. Selalu pajang kegiatan terkininya dengan gaya super eksis. Mamah berusia 43 tahun namun dengan perawakan mungil dan masih awet muda, banyak teman-temannya bilang kalau mamah seperti 10 atau 15 tahun terlihat lebih muda. Sosok ibu tunggal pekerja keras, beliau cukup ulet setelah Papah meninggal karena serangan jantung. Beliau pegawai salah satu perusahaan swasta. Kehidupan kami cukup sederhana namun kebutuhan tidak kekurangan, ya cukuplah. Namun semenjak kecanduan Mamah dengan sosmed membuat hidup sepertinya lebih irit. Uang jajanku berkurang, makan di rumah dengan lauk alakadar, keperluan sekolah tidak lagi utama. Mungkin dananya pindah untuk baju gamis yan

MEMBENCI

Hai, gue Desy yang akan bercerita tentang apa saja yang dirasa, didengar, dialami dan diketahui. Semua masalah dan pelik, pahit,manis dan bahagia kehidupan ada di sini. Di RUANG CURHAT.   Membenci adalah hal paling mudah dilakukan oleh hampir banyak orang. Entah kenapa hati begitu gampang tidak suka.   Pernah ga kalian mendengar alasan seseorang tidak menyukai orang lain hanya karena, “Ya ga suka aja.”   Membenci adalah hal yang melelahkan, terlebih saat membenci dengan tambahan amarah. Karena membenci yang biasa kita tujukan pada orang lain akan membuat hati terasa panas dengan bara amarah yang menyala. Membenci itu adalah aktivitas mengganggu, sebab kita sering sukar tidur nyenyak karena dongkol hati. Sementara yang di benci malah hidup normal dan baik-baik saja.   Karena membenci seseorang kita juga bisa lelah menangis kecewa. Meski mulut berkata, “Aku ga benci, cuma kecewa.” Tapi tiap ketemu ada rasa memuncah di hati yang ingin segera diluapkan, entah dengan makian,

TV Indonesia Sejagat Raya

Saya emak rumah tangga yg full time ngurusin anak sama suami sambil curi-curi waktu buat ngurusin olshop kecil-kecilan (sekalian promo di FB: desy faurina dan follow Instagram @desyfaurina yaach kali aja emak mau jajan). Yaah umumnya emak-emak rumah tangga hiburan yang paling sering dinikmati ya TV, walau ga dari pagi ketemu pagi nonton TV aja tapi karena tiap hari ketemu ama tuh TV membuat saya sedikit banyak nyaris tau jadwal acaranya. Hehe bukan kurang kerjaan juga tp emang pengangguran mau gimana??? Dari sekian tahun pernikahan (biarpun masih seumur kecambah) saya kok ngerasa tontonan TV lokal se-Indonesia Raya nyaris ga ada peningkatan mutu, apalagi beberapa tahun terakhir.  Miris dan meringis berhubung saya punya anak usia 3 tahun yang udah ngerti banget sama TV, saya cukup kesulitan memilah milih tayangan baik buat anak (emak lain juga sama kayanya). Itu buat anak lain lagi buat ABG hedeeeh klo dulu zaman 90an masih ada tayangan FTV dongeng kaya cinderella dan beberapa donge