Langsung ke konten utama

KESALAHAN




Hai, gue Desy yang akan bercerita tentang apa saja yang dirasa, didengar, dialami dan diketahui. Semua masalah dan pelik, pahit,manis dan bahagia kehidupan ada di sini. Di RUANG CURHAT.

Mari kita bercerita tentang sebuah kesalahan. Ya kesalahan. Setiap dari kita pasti pernah buat kesalahan. Entah di sengaja ataupun tidak. Kesalahan biasanya muncul dari sebuah kelalaian atau kegagalan dalam memaknai sesuatu. Bisa jadi karena memang belum paham atau memang sama sekali gak tau cara mainnya.

Kesalahan biasanya jarang langsung disadari oleh pelakunya atau bisa juga udah tau salah tapi enggan mengakuinya.

Kesalahan bisa membuat orang lain kecewa. Level kecewanya mulai dari biasa aja, hingga yang terparah adalah marah besar atau kecewa berlebih. Semua tergantung bagaimana sebuah ekspektasi tertanam dalam otak. Ya, kayak kita aja, bisa benci banget sama seseorang, padahal menurut orang lain, salah dia ke kita biasa aja, tapi karena ekspektasi kita dia gak mungkin ngelakuin kesalahan itu ke kita, dengan pemikiran lebih tentang dia, maka saat kesalahannya muncul benci itu jadi teramat berat.

 

****

 

Gue mau share tentang sebuah kisah tentang seorang pegawai kantoran yang kebetulan salah mengirimkan file pekerjaannya langsung kepada kepala cabang di kantornya. Padahal seharusnya file itu harus di setujui dulu oleh asisten menejer. Pegawai itupun sadar akan kesalahannya, kemudian meminta maaf kepada kepala cabangnya. Beberapa saat kemudian sang asisten menejer mengetahui akan hal ini. Kemudian menegur pegawai tersebut di depan para pegawai lain. Semua mata tertuju pada pegawai yang sedang di tegur dengan keras itu. Ia meminta maaf atas kelalaiannya dan menjelaskan bahwa ia pu n telah meminta maaf kepada kepala cabangnya yang sebenarnya juga tidak masalah. Namun sang asisten menejer tetap menegaskan kesalahan si pegawai yang di anggap melangkahi dan tidak sesuai regulasi berulang-ulang tanpa mengindahkan permohonan maaf dari pegawai yang sudah memerah mukanya karena malu diserbu banyak mata kawan sejawatnya. Berulang kali ia meminta maaf dan mengakui kesalahannya, tetap tak digubris. Hingga akhirnya dia memilih diam, memilih hanya menerima muntahan marah dan kecewa sang atasan, sembari tetap menahan malu dan sudah jelas ada sesak didadanya.

 

****

 

Kemudian ada pula cerita tentang seorang anak gadis yang merasa apa saja yang di kerjakannya salah. Gadis berumur belia memilih asik dengan dunia maya dengan kesenangan semu. Ia lebih sering tertawa dengan dunia 5 incinya, menatap sosial media, nonton konten tik tok lucu, scroll instagram dan sesekali takjub dengan video reels yang dianngapnya keren.

Ia memilih menyendiri di dalam kamar kecil dengan kasur agak lusuh namun begitu nyaman sebagai tempat bersembunyi dari banyak omelan orang tuanya. Semua yang dikerjakannya dianggap salah, selalu ada kalimat “tidak becus” yang diiringi dengan banyak contoh-contoh ocehan membandingkan dengan orang lain. Ia tampak kelelahan secara batin. Keluar kamar salah, tidak keluar kamar pun salah. Pernah hanya karena sebuah gelas yang tak sengaja pecah, lalu ceramah panjang dengan makian, bagai nyanyian pilu yang berisik terngiang di telinganya.

Semua yang di kerjakannya tanpa di berikan contoh yang sesuai. Kesalahannya selalu dibersamai dengan kemarahan yang keluar tanpa rem dari mulut orang tuanya. Ia selalu bertanya-tanya dalam diri. Apa iya dia sebodoh itu, selalu salah dalam mengerjakan sesuatu, ada kesal pula yang tertanam di benaknya, tidak bisakah di ajak bicara baik-baik, dengan ramah dan di saat dia perlu dibimbing tumbuh dari gadis kecil menjadi wanita dewasa yang serba bisa. Kadang seorang anak hanya perlu contoh.

Pertanyaan guepun sama dengan sang gadis. Mengapa saat orang melakukan kesalahan kita selalu marah, memaki dan ketus. Bukannya memberitahu dan bicara baik-baik, cukup secara empat mata padahal kan bisa harusnya.

Gue pun sedang belajar untuk itu. Saat beberapa hari lalu, gue marah besar kepada anak gue yang pertama. Setelah sekian lama kita di hantui pandemi, sekolah dan bekerja secara daring, akhirnya anak gue kembali kesekolah. Hari pertama pulang sekolah, gue mendapati buku tugas anak gue berisikan hanya satu kata. Gue langsung bertanya cukup keras, apakah dia tidak menyelesaikan tulisan yang mana itu adalah tugas yang diberikan gurunya di sekolah. Dengan muka takut dia menjawab, dia kehabisan waktu. Itulah mengapa dia tidak selesai menyalin tugas yang ada di papan tulis. Gue pun dengan marah mengeluarkan khotbah panjang, meski tidak dengan makian, namun suara lantang nan cempreng gue sukses membuat ia makin pucat. Dan akhirnya gue sadar, hampir 2 tahun dia cuma di rumah, kemampuan menulis gak akan sebagus saat tatap muka normal berjalan, mau serutin apapun belajar dan mengerjakan tugas akan tetap beda hasilnya. Gue juga tidak seratus persen menyalahkan pandemi, gue sebagai orang tua juga salah besar, sebab lalai menstimulasi anak gue dalam belajar. Gue kemudia meminta dia menuliskan surat permohonan maaf untuk dirinya sendiri, dengan alasan, ya kerugian buat dirinya bukan gue. Malu gue mengingat ini, berasa lucu aja gitu kenapa ya gue nyuruh begini.

Kemudian, surat permohonan maafpun jadi. Betapa perih hati gue saat gue membaca kalimat, "Bun, aku minta maaf menjadi anak yang bodoh dan malas buat bunda. Aku janji akan belajar lebih giat lagi.”

Damn, fatal banget. Dia merasa dirinya bodoh dan malas, meski gue gak pernah bilang gitu ke dia. Kebayang gak kalau anak ini, gue kasih cacian dengan kata-kata yang gak pantas, yang tentu masih banyak dikeluarkan orang tua di luar sana.

Gue merasa sangat berdosa, hingga akhrinya gue meminta maaf sudah begitu marah. Gue bicara baik-baik, memberitahukan kesalahannya dan dia harus bagaimana untuk lebih baik lagi. Dan sudah jelas gue terangkan jika tidak ada anak bodoh di dunia ini, yang ada hanya tidak semua terlahir jenius dan pandai. Gue mengajak dia untuk sama-sama belajar bareng gue agar bisa jadi manusia yang lebih baik lagi. Ya gue juga orang tua minim ilmu yang belum pandai mengontrol emosi gue dan gue harus belajar memperbaiki ini.

Semua lagi-lagi tentang ekpektasi. Kemarahan gue datang dari ekpektasi gue ke anak gue yang pintar saat daring, menjawab tugas dengan baik saat didampingi gue. Gue merasa jika dia akan baik-baik saja saat sendiri di sekolah, mandiri dalam tugas. Kemudian ekspektasi itu patah. Dia salah, namun menurut gue setiap kesalahan bisa di perbaiki asal kita yang merasa menjadi pihak yang dikecewakan mau sabar menunggu proses perbaikan.

 

****

 

Kesalahan bisa datang dari siapa aja. Dan kita bisa aja salah sama siapa aja. Gue pernah ngomongin orang di belakang kemudian meminta maaf terang-terangan karena gue merasa gak nyaman jadi manusia yang dibelakang ngomongin dia, tapi saat di depan baik. Dari pengakuan dosa gue ini, gue jadi tau kalau sebenarnya mereka tau betul sedang digunjing di belakang dan siapa aja manusia yang suka ngomongin segala hal tentang dia. Entah dia nebak aja karena feeling atau karena keseriangan diomongin sama orang itu. Gue jujur agak kaget dia tau, tapi gue gak peduli. Yang jelas gue salah dan gue mau mengakui kesalahan itu, gue ga mau di hantui rasa gak enak dan rasa gak nyaman ikut mengamini sebuah gosip atau ikut ketawa sama cacat hidup orang lain, sementara gue lupa, hidup gue juga carut-marut, gak lebih sempurna dari hidupnya. Gue gak pernah peduli tentang orang lain yang masih asik mengasihani orang lain dengan membicarakan aibnya, gue cuma mengakui kesalahan dan dosa gue tanpa menyangkutkan yang lainnya. Gue meminta maaf karena ikut tertawa dan ikut mencibir. Gue meminta maaf bukan buat terlihat lebih baik sendirian sementara yang lain jadi seolah dosa banget. Gue meminta maaf untuk menjadi manusia yang lebih bisa bertanggung jawab akan kesalahan yang dilakukannya. Sudah tentu sulit dimaafkan, tapi hati gue puas sudah mengaku dosa, meski akhirnya di benci.

Akhirnya, gue gak begitu ambil pusing dan benci sama orang yang suka ngomongin gue di belakang, gue jadi paham sisi lain. Bisa aja dia belum sadar dia salah, bisa juga dia lagi banyak waktu luang buat ngomongin orang lain, atau dia belum kenal betul tentang gue sehingga banyak asumsi  negatif yang muncul di benak dia dan bisa saja dia sedang melupakan masalah pelik hidupnya dengan cara ngomongin maslah hidup gue. Jadi ya udah lah yah.

Kita manusia sering ga terima saat diri kita jadi bahan gosip orang lain. Padahal kita juga ga luput dari kegiatan ngomongin orang lain. Entah sebagai pembawa kabar, yang menanggapi atau sekedar jadi pendengar.

Dan inti dari beberapa cerita di tadi, gue pengen bilang kalau mengakui sebuah kesalahan itu menakutkan. Dengan mengakui kesalahan, kita harus siap kehilagan sesuatu, entah kepercayaan, turunnya ekspektasi atau bahkan teman dan orang terkasih lainya. Tapi dengan mengakui kesalahan dan meminta maaf dengan tulus, hati akan lebih nyaman rasanya, ada ruang yang gak perlu di isi dengan banyak rasa bersalah.  Jadi yuk lah, kalau punya salah akui saja dan memintalah maaf sepenuh hati.

Dan untuk lo yang dikecewakan oleh kesalahan, gue harap hati lo ga begitu diliputi amarah. Memaafkan sebuah kesalahan juga tidak ada ruginya, toh kesalahannya sudah terjadi, dan kita jadi cukup tau. Entah nantinya loe mau memberi kesempatan untuk memperbaiki ataupun memilih sudah itu terserah, tapi dengan memaafkan membuat diri dan hati jadi lebih nyaman, kita jadi gak hidup dengan banyak kecewa dan benci.

Sebelum gue mengakhiri tulisan ini, gue mau ngajak kalian buat bertanya lagi sama diri.

Udah pernah buat salah apa, kepada siapa dan seperti apa kesalahan itu?

Terimakasih udah baca RUANG CURHAT. Gue berharap kita bisa saling berbagi kisah  suatu hari nanti. Semoga lo mau berbagi keluh, kesah, susah senang tangis dan bahagia lo ke gue, lo bisa kirim cerita lo ke email faurinamenulis@gmail.com

Sampai jumpa di kisah berikutnya.

 

 




Komentar

Postingan populer dari blog ini

MEMBENCI

Hai, gue Desy yang akan bercerita tentang apa saja yang dirasa, didengar, dialami dan diketahui. Semua masalah dan pelik, pahit,manis dan bahagia kehidupan ada di sini. Di RUANG CURHAT.   Membenci adalah hal paling mudah dilakukan oleh hampir banyak orang. Entah kenapa hati begitu gampang tidak suka.   Pernah ga kalian mendengar alasan seseorang tidak menyukai orang lain hanya karena, “Ya ga suka aja.”   Membenci adalah hal yang melelahkan, terlebih saat membenci dengan tambahan amarah. Karena membenci yang biasa kita tujukan pada orang lain akan membuat hati terasa panas dengan bara amarah yang menyala. Membenci itu adalah aktivitas mengganggu, sebab kita sering sukar tidur nyenyak karena dongkol hati. Sementara yang di benci malah hidup normal dan baik-baik saja.   Karena membenci seseorang kita juga bisa lelah menangis kecewa. Meski mulut berkata, “Aku ga benci, cuma kecewa.” Tapi tiap ketemu ada rasa memuncah di hati yang ingin segera diluapkan, entah dengan makian,

TV Indonesia Sejagat Raya

Saya emak rumah tangga yg full time ngurusin anak sama suami sambil curi-curi waktu buat ngurusin olshop kecil-kecilan (sekalian promo di FB: desy faurina dan follow Instagram @desyfaurina yaach kali aja emak mau jajan). Yaah umumnya emak-emak rumah tangga hiburan yang paling sering dinikmati ya TV, walau ga dari pagi ketemu pagi nonton TV aja tapi karena tiap hari ketemu ama tuh TV membuat saya sedikit banyak nyaris tau jadwal acaranya. Hehe bukan kurang kerjaan juga tp emang pengangguran mau gimana??? Dari sekian tahun pernikahan (biarpun masih seumur kecambah) saya kok ngerasa tontonan TV lokal se-Indonesia Raya nyaris ga ada peningkatan mutu, apalagi beberapa tahun terakhir.  Miris dan meringis berhubung saya punya anak usia 3 tahun yang udah ngerti banget sama TV, saya cukup kesulitan memilah milih tayangan baik buat anak (emak lain juga sama kayanya). Itu buat anak lain lagi buat ABG hedeeeh klo dulu zaman 90an masih ada tayangan FTV dongeng kaya cinderella dan beberapa donge

MAMAHKU ANAK SOSMED (Fiksi)

"Kanaya, belikan Mamah paket data dong!!" Terdengar teriakan mamah dari luar kamar dengan suara agak mono, yg kalau dari dekat bisa memekikan tekinga. "Iya mah,bentar!!!" Aku menyahut tidak kalah cempreng dengan tingkat mono sumbang. Mamah baru kenal sosial media beberapa tahun terakhir dan lagi gila-gilanya. Selalu pajang kegiatan terkininya dengan gaya super eksis. Mamah berusia 43 tahun namun dengan perawakan mungil dan masih awet muda, banyak teman-temannya bilang kalau mamah seperti 10 atau 15 tahun terlihat lebih muda. Sosok ibu tunggal pekerja keras, beliau cukup ulet setelah Papah meninggal karena serangan jantung. Beliau pegawai salah satu perusahaan swasta. Kehidupan kami cukup sederhana namun kebutuhan tidak kekurangan, ya cukuplah. Namun semenjak kecanduan Mamah dengan sosmed membuat hidup sepertinya lebih irit. Uang jajanku berkurang, makan di rumah dengan lauk alakadar, keperluan sekolah tidak lagi utama. Mungkin dananya pindah untuk baju gamis yan